JURNAL SOLO, Solo – Taman Sriwedari, kawasan bersejarah yang telah menjadi ikon budaya Kota Solo, menjadi saksi saat puluhan warga Solo menggelar doa bersama pada Kamis 11 September 2025 sore.
Warga bersama sejumlah organisasi massa (ormas) menggelar doa bersama demi menjaga Solo tetap aman, nyaman, dan kondusif pasca gelombang kerusuhan beberapa waktu lalu.
Sriwedari, yang dahulu dikenal sebagai pusat seni dan hiburan rakyat, seolah menjelma menjadi ruang batin yang sakral.
Bukan denting gamelan atau panggung kesenian yang terdengar, melainkan lantunan doa, tabur bunga melati, dan aroma dupa yang mengepul memenuhi udara.
Doa bersama sore itu menghadirkan harmoni antara tradisi Islam dan Kejawen. Di mana lantunan doa secara Islam yang dipanjatkan oleh seorang ulama muda Kota Solo, kemudian dilanjutkan dengan doa berbahasa Jawa yang diiringi ritual tabur bunga melati ke berbagai penjuru kawasan Sriwedari.
Pembakaran dupa melengkapi prosesi. Asap tipis yang membumbung perlahan membawa aroma wangi khas, menyelimuti kawasan Sriwedari dengan nuansa sakral.
Suasana ini membuat banyak warga terdiam, seakan hanyut dalam doa yang bukan hanya dipanjatkan dengan lisan, tapi juga dengan hati.
“Puluhan tahun Solo dibangun sebagai kota budaya dengan susah payah. Jangan sampai hancur hanya karena ulah segelintir orang yang bukan warga asli Solo,” tegas tokoh masyarakat Solo, BRM Dr Kusumo Putro SH MH.
Ketua Umum Forum Budaya Mataram (FBM) ini juga mendesak aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku kerusuhan.
“Masyarakat Solo cinta damai. Jangan biarkan kota ini dirusak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” lanjutnya.
Di balik kekhidmatan itu, sayangnya para pejabat yang diundang tidak ada yang datang.
Dosy Marta, Ketua Umum Persatuan Anak Bangsa Surakarta (PABS) yang sekaligus menjadi penyelenggara acara sangat menyayangkan hal ini.
“Tujuan kami sederhana: agar pejabat, wakil rakyat, dan masyarakat duduk bersama, berdoa, lalu berkomitmen menjaga Solo tetap damai. Tapi ternyata pejabat justru tidak bersedia hadir,” ucapnya.
Dosy bahkan menyinggung perilaku sebagian anggota dewan yang dianggap mulai melupakan rakyat setelah menjabat.
“Dulu mereka rela datang ke rumah warga untuk mencari dukungan. Kini rakyat yang menjerit akibat ekonomi sulit, justru tidak lagi didengar,” kritiknya.
Meski tanpa kehadiran pejabat, doa bersama di Sriwedari tetap berlangsung khidmat. Ormas seperti PABS, Ikatan Prabu Nusantara (IPN), dan FBM berbaur dengan masyarakat akar rumput seperti pedagang, pengayuh becak, hingga juru parkir, untuk berharap Kota Solo senantiasa damai. [Her]
Social Header